Selasa, 11 Oktober 2011

yang terlupakan


“Hoahhmm……”
Aku mendengar suara halus, pertanda orang yang sedang menguap. Lalu Kulihat dia keluar dari kamarnya dengan mata masih mengerjap, Dia masih mengantuk. Tapi hanya ssaat, karena detik berikutnya Dia hanya menggosok matanya sebelum beranjak ke belakang asrama dan membuka pintu kamar mandi. Aku masih terus menatapnya sampai Dia masuk. Rupanya Dia hanya ingin buang air, batinku maklum. Tapi ketika Dia keluar, Kulihat wajahnya telah berseri, tak nampak lagi wajah sayunya, dan wajahnya basah, dia cuci muka! Aku masih menatapnya heran. Apa yang Dia lakukan?
Kulihat Dia masuk kekamarnya kembali. Aku masih memperhatikan setiap geriknya. Entah kenapa, Aku senang sekali menyaksikan setiap aktivitas gadis ini. Kemudian Kulihat Dia menggelar sajadah, sebelum mengenakan mukenah dan shalat. Aku menatapnya lagi, heran. Aku belum melihat tanda-tanda shubuh, bahkan suara adzan pun belum terdengar, dan tentunya ketukan pintu Ibu Zainab belum terdengar pula. Lalu shalat apa yang dilakukan gadis ini?
Ah!! Aku ingat!! Ibu Zainab pernah shalat seperti ini, dan Aku melihatnya. Kupikir hanya orangtua saja yang suka melaksanakannya. Tapi ternyata gadis ini juga mengerjakannya. Ya…. Shalat lail. Kutatap Dia yang masih khusyu dengan Tuhan didalam sujudnya. Ah!! Siapa nama gadis ini?
Aku masih terus bertanya-tanya sampai Bu Zainab datang dan mengetuk pintu, tepat saat gadis itu mengakhiri do’anya.
“Aisyah, tolong bangunkan teman-temanmu…” Ucap bu Zainab dari sela pintu yang sedikit terbuka.
“Iya,Bu…” Jawabnya.
Ah!! Nama gadis ini Aisyah, nama yang indah. Seindah wajah dan tingkahnya. Aku makin suka melihatnya. Aku masih terus mengamatinya hingga dia keluar dari kamar.
* * * * * * * * * * *

Hari terus berganti, dan Aku masih terus mengamati tingkah polanya. Aku sdikit banyak sudah tahu tentang gadisku ini. Aisyah. Dia duduk di tahun terakhir Madrasah Aliyah Pesantren ini. Dan dia anak orang kaya. Terbukti dari Ayahnya yang bermobil mewah, yang datang seminggu sekali bersama ibunya. Tapi kulihat dia tidak sombong, dia terlihat biasa-biasa saja saat bergaul dengan temannya. Lihatlah, sekarang dia barusaja pulang sekolah sambil bercanda dengan beberapa gadis yang lain. Senyumnya sungguh indah. “Ya Rabb….berkahilah gadisku ini” batinku berdo’a.
Gadisku semakin sibuk, dia hampir tidak punya waktu luang. Dia selalu memanfaatkan waktunya untuk belajar. Wajahnya semakin tirus, tapi aku semakin senang mengikuti segala aktifitasnya. Sekarang dia sedang membaca kalam Allah setelah tahajjud panjangnya. Aku yakin, sebentar lagi dia akan beranjak dan mengambil bukunya, belajar. Benar saja. Sekarang dia melipat mukenahnya sebelum menyentuh buku-buku tebal yang berjejer rapi di rak bukunya. Ah! Aisyah, betapa indahnya ciptaan tuhanku ini.
Entah mengapa, sejak pertama kali aku melihatnya, aku mulai memilki kebiasaan rutin. Aku selalu mengamatinya semampuku. Aku seperti larut dalam pesonanya, aku tak pernah menemukan gadis seperti dia sebelumnya.

* * * * * * * * * * *

Hari ini mendung, tapi gadisku tetap bersemangat mengikuti bimbingan belajarnya. Dia semakin sibuk saja, ujian sebulan lagi dan gadisku sangat bersemangat. Dia memang selalu bersemangat dalam setiap kegiatan. Tapi sesibuk apapun, dia selalu bersujud disetiap tahajjud panjangnya. Dan aku juga selalu setia menekuri setiap aktivitasnya. Sekarang, aku akan menunggu dia pulang untuk shalat ashar, dua jam lagi. Detik-detik jam seperti enggan berdetak, lama sekali gadisku datang.
Ah!! Itu dia!! Seperti biasa, berjalan diantara gadis-gadis lain sambil tertawa-tawa. Ah, aku semakin kagum padanya. Kulihat dia mendekati seorang anak kecil yang duduk dibawah pohon dan merogoh sakunya sebelum memberikan sesuatu pada anak kecil itu. Gadisku tersenyum melihat anak kecil itu berlari kegirangan. Betapa mulianya gadisku ini. Aku masih berdiri menanti gadisku datang. Tapi dia berbelok arah menuju gerbang. Mau kemana dia bersama teman-temannya? Aku ingin melihat kearah mana ia pergi, tapi pandanganku tak bisa melihatnya lagi.
Lama aku menunggu, menanti dia kembali. Apa yang dilakukannya disana? Gerimis mulai turun semakin deras. Dia muncul diantara gerimis, berlari. Aku lega melihatnya kembali. Kuamati dia membuka sepatunya dengan tergesa-gesa. Hei……. Kenapa dia terlihat sangat terburu-buru? “Brakk…..” ah… dia membanting pintu. Marah! Aku tak pernah melihatnya seperti ini. Ada apa?Kulihat teman-temannya mulai memasuki kamar dengan ekspresi yang sama. Ada apa ini?
“Aku tidak suka melihatnya! Apa yang ada difikirannya sehingga dia berani datang dengan pakaiannya yang seperti itu?” teriaknya marah.
“Aisyah, sudahlah. Mungkin pengetahuan agamanya belum kuat.” Hibur Anis.
“Dia tiga tahun belajar di pesantren ini! Aku tidak mau berteman dengan dia!” gadisku semakin marah. “Tidak mungkin dia tidak paham akalau jilbab itu wajib!” Tambah farhah yang sama marahnya dengan Aisyah.
“Sudahlah! Nanti jadi ghibah.” Maya berhasil mengatasi suasana yang mulai memanas.
Terlihat kelompok kecil mereka bubar, beranjak mengambil air wudhu, tepat saat adzan ashar menggema. Aku mulai mengerti, betapa kuat gadisku ini memegang syariat islam. Aku semakin bangga padanya.

* * * * * * * * * * *

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Hari ini gadisku terlihat rapi dengan seragamnya yang serba tertutup. Kulihat dia sedikit gugup sebelum beranjak menuju ruang ujian. Hari ini hari pertama UN, membuat gadisku sedikit gugup dan semakin sering mengadu pada Tuhan. Tadi malam kembali kuamati dia alam sujud panjangnya.
“Ya Allah, tebarkanlah rahmatMu padanya….” Doaku untuknya setiap hari. Ah, betapa aku mengagumimu, gadisku.
Suasana ujian tampak sangat jelas bagi gadisku. Tak ada lagi waktu untuknya bercanda dengan temannya. Hari-harinya selalu dipenuhi dengan rutinitas belajar. Dan aku masih selalu mengamati setiap kegiatannya. Entah mengapa aku tak pernah bosan melihatnya.
Aku selalu mengantarnya dengan doaku disetiap pagi, saat akan berangkat sekolah. Aku masih setia menemaninya dalam setiap sujud panjangnya di malam hari. Aku tak pernah bosan mengamatinya berkutat dengan buku-buku yang berjejer rapi di rak bukunya. Aku tak pernah bosan!

* * * * * * * * * * *

Waktu terus berjalan, ujian telah berakhir. Kulihat gadisku mengemasi barangnya sambil sesekali menyapa temannya yang pergi satu persatu. Kulihat sebuah mobil memasuki gerbang. Itu mobilnya, aku tahu itu.
Gadisku keluar, mengangkat beberapa barang yang langsung disambut oleh seorang lelaki tua, supirnya. Gadisku berhenti sejenak, sebelum membuka pintu mobilnya. Dia memandang kearahku sambil tersenyum singkat. Tersenyum pedih. Lihatlah, gadisku menitikkan air mata. Dia menangis!
Kulihat air matanya mengalir semakin deras. Ingin rasanya aku mendekapnya dan menghapus air matanya. Tapi kuhanya bisa diam disini, tanpa bisa melakukan apa-apa sampai dia menghapus air matanya dan tersenyum sedih ke arahku, sebelum masuk ke mobilnya.
Aku hanya memandang mobil itu bergerak keluar tanpa bisa melakukan apa-apa. “Selamat jalan gadisku! Semoga kesuksesan selalu menyertaimu!”

* * * * * * * * * * *

Aku kembali menjalani hariku, bersama orang-orang baru. Tapi tidak kutemui lagi orang yang bangun untuk tahajjud dimalam hari. Tidak ada yang dapat menggantikan gadisku. Bagaimana kabarnya sekarang? Sudah lama aku tidak melihatnya. Ah, ya.. bukankah besok pengumuman hasil UN? Dia pasti datang! Aku akan bertemu gadisku lagi! Tidak sabar menunggu hari esok.
Satu persatu alumni pesantren memasuki pekarangan, tapi tak kulihat juga gadisku. Kemana dia? Lama aku menunggu, mengamati orang yang bergantian keluar masuk pesantren. Aku masih menunggu, saat sebuah motor thunder biru memasuki gerbang.
Itu gadisku! Bahagia sekali aku tak melihatnya. Tapi dia bersama seorang pemuda, mesra sekali! Siapa dia? Suaminya kah? Gadisku sudah menikah?
Tidak! Pemuda itu bukan suaminya. Aku bisa melihat binary-binar itu di mata mereka. Seperti orang yang… Ah! Gadisku berpacaran? Aku tidak percaya! Kutatap wajah gadisku, dia semakin cantik saja. Tapi pakaiannya? Mengapa dia memakai pakaian seketat itu? Dan bajunya…. Astagfirullah, transparan sekali! Sampai jilbab mungil yang dipakainya tidak bisa menutupi lekuk tubuhnya.
Gadisku masuk, mendekati papan pengumuman, melirik sejenak sebelum tersenyum senang dan berpelukan dengan temannya. Gadiku lulus! Aku tahu itu! Tapi aku tak bisa senang, tak bisa ikut berbahagia dengannya. Terlebih saat pemuda dibelakangnya memanggil.
“Icha…. Cepat sedikit!”
Sejak kapan namanya berubah menjadi centil seperti itu? Gadisku berlari mengampiri pemuda itu dan dengan santainya memeluknya didepanku!
“Ya Rabb, apa yang terjadi dengan gadisku? Kemana hasil tahajjudnya selama ini? Dimana iman yang ia dapatkan selama 6 tahun disini?”
Sekarang gadisku melirikku sekilas, tanpa ekspresi apa-apa. Tak ada senyum apalagi mendekatiku. Tak ada! Dia hanya melirik sekilas sebelum naik ke motor dan merangkul pemuda yang bersamanya. Dan, dia membuka jilbabnya! Ya Tuhan!
Tiba-tiba aku merasa kehilangan dia. Bahkan aku mulai muak. Tak ada lagi gadisku yang dulu. Ah, aku muak, Aisyah! Bahkan bagiku dia tak pantas lagi menyandang nama mulia itu.
“Ya Rabb, adakah penjelasan untukku?”

* * * * * * * * * * *

Kupandangi tubuhku yang semakin rapuh dimakan usia. Sudah terdapat banyak kerusakan, tapi tak ada yang peduli. Bahkan gadisku yang selama in selalu kulindungi dengan tubuhku ini, tak lagi peduli padaku. Inikah balasan untukku?
Aku hanyalah sebuah asrama tua yang mulai terlupakan didalam sebuah pesantren yang mulai rapuh. Rapuh karena perjalanan yang melelahkan dari setiap periode. Kurasakan angin menerpa tubuhku, mencoba menghibur.
“Selamat jalan gadisku. Kau pergi menyisakan kecewa.”
Huh! Masih adakah gadis di luar sana yang masih teguh memegang syariat islam?


Diselesaikan di asrama 2
Rabu malam,21.11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar